SUMENEP, Zero.co.id – Polemik penggunaan dana Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Sumenep kembali mencuat. Sorotan tajam datang dari organisasi pemantau anggaran Dear Jatim, menyusul dugaan kuat bahwa mekanisme pengusulan Pokir telah menyimpang dari prinsip akuntabilitas dan keterbukaan.
Ali Rofiq, Wakil Ketua Dear Jatim Koordinator Daerah (Korda) Sumenep, menegaskan bahwa Pokir sejatinya adalah ruang partisipasi masyarakat yang disalurkan melalui wakil rakyatnya di DPRD. Namun dalam praktiknya, Pokir justru kerap menjadi celah penyimpangan anggaran yang sarat transaksi, pengondisian proyek, hingga dugaan jual beli program.
“Pokir bukan brankas proyek titipan. Tapi saat ini banyak yang menyulapnya menjadi ladang kepentingan pribadi dan politik. Ini berbahaya bagi demokrasi dan tata kelola anggaran daerah,” tegas Ali Rofiq dalam keterangannya, Jumat(1/8/25)
Sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, Pokir merupakan bagian sah dari proses perencanaan pembangunan daerah, di mana anggota DPRD dapat menyampaikan hasil aspirasi masyarakat dari reses untuk diintegrasikan ke dalam rencana kerja pemerintah daerah. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat ketidaksesuaian antara usulan DPRD dan rencana Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta lemahnya pengawasan dalam proses pengadaan.”Ucapnya.
Kasus ini pun tengah bergulir di Polres Sumenep. Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim dikabarkan telah memeriksa puluhan kepala desa serta sejumlah saksi lainnya dalam pengusutan dugaan penyelewengan dana Pokir pada tahun anggaran 2022.
Ali Rofiq menyebut, selain sarat konflik kepentingan, paket-paket proyek Pokir juga umumnya bernilai kecil, namun jumlahnya banyak. Hal ini membuka ruang rawan untuk praktik pemecahan paket, pengondisian tender, hingga transaksi fee proyek yang mengarah pada delik korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
“Kalau proyek sudah dikondisikan, lalu OPD hanya dijadikan stempel formal, maka fungsi pengawasan DPRD lumpuh. Bahkan bisa berubah menjadi aktor utama pelanggaran,” tambahnya.
Dear Jatim mendorong agar aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan praktik kotor ini dan membuka ke publik siapa saja yang terlibat. Tak hanya itu, ia juga meminta Pemkab Sumenep dan DPRD untuk memperbaiki tata kelola pokir agar kembali ke rel partisipasi rakyat, bukan transaksi elite.