Zero.co.id | Sumenep — Penanganan kasus dugaan penganiayaan terhadap kurir SPX, Moh. Latif Syarifuddin, kembali menuai sorotan tajam publik. Peristiwa yang terjadi pada Rabu, 26 November 2025, di Dusun Negara, Desa Bumbungan, Kecamatan Bluto, dinilai sebagai tindakan kekerasan yang mengancam keselamatan pekerja jasa pengiriman.
Ironisnya, perhatian publik justru tertuju pada lambannya respons aparat Polsek Bluto, yang hingga kini belum menetapkan tersangka, meski alat bukti dinilai telah terpenuhi.
Kuasa hukum korban, Mahbub Junaidi, S.H., secara terbuka mengkritik kinerja penyidik. Ia menegaskan bahwa unsur pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP telah lengkap.
“Keterangan saksi sudah ada, korban sudah diperiksa, visum et repertum telah diterima, dan fakta perawatan medis korban diketahui penyidik. Dengan kondisi ini, tidak ada alasan hukum untuk menunda peningkatan status perkara ke tahap penyidikan,” tegas Mahbub.
Lebih lanjut, Mahbub menyayangkan sikap terlapor yang tidak memenuhi panggilan resmi penyidik. Menurutnya, kondisi tersebut justru memperkuat kewenangan aparat untuk melakukan gelar perkara.
“Ketidakhadiran terlapor menunjukkan tidak adanya iktikad baik. Ini bukan perkara abu-abu. Unsur penganiayaan jelas dan nyata,” ujarnya.
Sebagai langkah tegas, pihak kuasa hukum memberikan tenggang waktu empat hari kepada Polsek Bluto.
“Jika dalam empat hari tidak ada penetapan tersangka, kami akan mengajukan pengaduan resmi ke Wasidik Ditreskrimum Polda Jawa Timur. Kami siap menggunakan seluruh instrumen hukum demi memastikan proses penyidikan berjalan profesional dan akuntabel,” tegas Mahbub.
Kasus ini bermula saat korban mengantarkan paket ke rumah terlapor berinisial Y. Setelah terjadi percakapan singkat terkait keterlambatan pengiriman, korban melanjutkan tugasnya. Namun saat melintas di sekitar rumah warga, terlapor diduga melakukan tindakan agresif yang menyebabkan korban mengalami luka di bagian wajah hingga harus menjalani perawatan medis.
Tak hanya itu, Mahbub juga mendesak Kapolres Sumenep untuk mengambil alih penanganan perkara (take over) dan mengevaluasi Kapolsek Bluto yang dinilai tidak menunjukkan profesionalitas dalam menangani kasus tersebut.
Sementara itu, warga Desa Sera Barat, Kecamatan Bluto, khususnya kalangan pemuda, dikabarkan tengah mempersiapkan aksi demonstrasi ke Polsek Bluto dan Polres Sumenep. Mereka mempertanyakan lambannya penegakan hukum dalam kasus yang dinilai menyangkut rasa keadilan masyarakat kecil.
“Ini soal keadilan bagi rakyat yang sedang bekerja mencari nafkah. Aparat harus hadir, bukan diam. Hukum tidak boleh tumpul ke bawah dan tajam ke atas,” pungkas Mahbub.
Penulis : Imam R
Editor : Andika






