Moh. Agung Dwi Putra mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Madura
PAMEKASAN – Nama Moh. Agung Dwi Putra kini tengah jadi buah bibir di kalangan mahasiswa UIN Madura, Minggu (1/6).
Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu berhasil membawa pulang medali perak dari ajang POMPROV (Pekan Olahraga Mahasiswa Provinsi Jawa Timur) 2025 cabang pencak silat, yang digelar di Universitas Surabaya (UBAYA), 30 Mei–1 Juni.
Yang membuat banyak orang tercengang, Agung melaju hingga podium tanpa sedikit pun bantuan dana dari kampus. Seluruh biaya — dari transportasi, konsumsi, hingga penginapan — ditanggung sendiri.
“Saya biayai sendiri dari awal sampai akhir. Bahkan untuk penginapan pun saya harus cari yang murah, agar tetap bisa ikut bertanding,” kata Agung saat dihubungi usai pertandingan.
Agung tak sendiri. Ia berangkat bersama Sri Mulyani, mahasiswa PAI UIN Madura yang juga atlet pencak silat berprestasi. Keduanya sempat mengajukan proposal pendanaan ke pihak kampus. Namun jawaban yang mereka terima mengecewakan: kampus tak bisa membiayai dengan alasan efisiensi anggaran.
Padahal, kiprah keduanya dalam mengharumkan nama UIN Madura bukan hal baru. Tahun lalu, di ajang PORSI JAWARA 2023 di UIN KHAS Jember, Agung menyabet juara 1 dan Sri Mulyani juara 3. Sri bahkan sudah beberapa kali merebut gelar juara 1 di Porprov dan Kejurprov Jatim.
Ironisnya, Sri gagal ikut POMPROV kali ini karena tak sanggup menanggung biaya sendiri. “Saya ingin ikut, tapi situasi keuangan tidak memungkinkan. Tidak ada opsi selain mundur,” ujarnya.
Berbeda dengan Sri, Agung memilih tetap bertanding. Ditemani ayahnya yang setia mendampingi dari awal hingga akhir lomba, Agung berhasil meraih juara 2 pada hari terakhir, 1 Juni 2025. Ia juga mendapat dukungan moril dari rekan-rekan atlet yang rela hadir langsung ke venue pertandingan.
“Tanpa dukungan teman-teman dan keluarga, mungkin saya tidak sekuat ini,” ucap Agung.
Prestasi ini bukan hanya kemenangan pribadi. Meski tanpa dukungan resmi, Agung tetap mencantumkan nama UIN Madura sebagai institusi asal. Hal ini menegaskan, bahwa kampus seharusnya menjadi tempat yang tak hanya mendidik, tapi juga mendukung penuh pengembangan minat dan bakat mahasiswa.
Kini, banyak pihak mulai mempertanyakan: jika ada mahasiswa rela berkorban demi membawa nama baik kampus, kenapa kampus justru tak hadir memberi dukungan?
Cerita Agung bukan sekadar kisah perjuangan individu. Ini alarm keras bagi kampus agar tidak lagi memunggungi potensi emas di antara mahasiswa sendiri. Jika terus diabaikan, jangan salahkan mereka jika suatu hari memilih tak lagi membawa nama almamater.
Moh. Agung Dwi Putra mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Madura
PAMEKASAN – Nama Moh. Agung Dwi Putra kini tengah jadi buah bibir di kalangan mahasiswa UIN Madura, Minggu (1/6).
Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu berhasil membawa pulang medali perak dari ajang POMPROV (Pekan Olahraga Mahasiswa Provinsi Jawa Timur) 2025 cabang pencak silat, yang digelar di Universitas Surabaya (UBAYA), 30 Mei–1 Juni.
Yang membuat banyak orang tercengang, Agung melaju hingga podium tanpa sedikit pun bantuan dana dari kampus. Seluruh biaya — dari transportasi, konsumsi, hingga penginapan — ditanggung sendiri.
“Saya biayai sendiri dari awal sampai akhir. Bahkan untuk penginapan pun saya harus cari yang murah, agar tetap bisa ikut bertanding,” kata Agung saat dihubungi usai pertandingan.
Agung tak sendiri. Ia berangkat bersama Sri Mulyani, mahasiswa PAI UIN Madura yang juga atlet pencak silat berprestasi. Keduanya sempat mengajukan proposal pendanaan ke pihak kampus. Namun jawaban yang mereka terima mengecewakan: kampus tak bisa membiayai dengan alasan efisiensi anggaran.
Padahal, kiprah keduanya dalam mengharumkan nama UIN Madura bukan hal baru. Tahun lalu, di ajang PORSI JAWARA 2023 di UIN KHAS Jember, Agung menyabet juara 1 dan Sri Mulyani juara 3. Sri bahkan sudah beberapa kali merebut gelar juara 1 di Porprov dan Kejurprov Jatim.
Ironisnya, Sri gagal ikut POMPROV kali ini karena tak sanggup menanggung biaya sendiri. “Saya ingin ikut, tapi situasi keuangan tidak memungkinkan. Tidak ada opsi selain mundur,” ujarnya.
Berbeda dengan Sri, Agung memilih tetap bertanding. Ditemani ayahnya yang setia mendampingi dari awal hingga akhir lomba, Agung berhasil meraih juara 2 pada hari terakhir, 1 Juni 2025. Ia juga mendapat dukungan moril dari rekan-rekan atlet yang rela hadir langsung ke venue pertandingan.
“Tanpa dukungan teman-teman dan keluarga, mungkin saya tidak sekuat ini,” ucap Agung.
Prestasi ini bukan hanya kemenangan pribadi. Meski tanpa dukungan resmi, Agung tetap mencantumkan nama UIN Madura sebagai institusi asal. Hal ini menegaskan, bahwa kampus seharusnya menjadi tempat yang tak hanya mendidik, tapi juga mendukung penuh pengembangan minat dan bakat mahasiswa.
Kini, banyak pihak mulai mempertanyakan: jika ada mahasiswa rela berkorban demi membawa nama baik kampus, kenapa kampus justru tak hadir memberi dukungan?
Cerita Agung bukan sekadar kisah perjuangan individu. Ini alarm keras bagi kampus agar tidak lagi memunggungi potensi emas di antara mahasiswa sendiri. Jika terus diabaikan, jangan salahkan mereka jika suatu hari memilih tak lagi membawa nama almamater.
Moh. Agung Dwi Putra mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Madura
PAMEKASAN – Nama Moh. Agung Dwi Putra kini tengah jadi buah bibir di kalangan mahasiswa UIN Madura, Minggu (1/6).
Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu berhasil membawa pulang medali perak dari ajang POMPROV (Pekan Olahraga Mahasiswa Provinsi Jawa Timur) 2025 cabang pencak silat, yang digelar di Universitas Surabaya (UBAYA), 30 Mei–1 Juni.
Yang membuat banyak orang tercengang, Agung melaju hingga podium tanpa sedikit pun bantuan dana dari kampus. Seluruh biaya — dari transportasi, konsumsi, hingga penginapan — ditanggung sendiri.
“Saya biayai sendiri dari awal sampai akhir. Bahkan untuk penginapan pun saya harus cari yang murah, agar tetap bisa ikut bertanding,” kata Agung saat dihubungi usai pertandingan.
Agung tak sendiri. Ia berangkat bersama Sri Mulyani, mahasiswa PAI UIN Madura yang juga atlet pencak silat berprestasi. Keduanya sempat mengajukan proposal pendanaan ke pihak kampus. Namun jawaban yang mereka terima mengecewakan: kampus tak bisa membiayai dengan alasan efisiensi anggaran.
Padahal, kiprah keduanya dalam mengharumkan nama UIN Madura bukan hal baru. Tahun lalu, di ajang PORSI JAWARA 2023 di UIN KHAS Jember, Agung menyabet juara 1 dan Sri Mulyani juara 3. Sri bahkan sudah beberapa kali merebut gelar juara 1 di Porprov dan Kejurprov Jatim.
Ironisnya, Sri gagal ikut POMPROV kali ini karena tak sanggup menanggung biaya sendiri. “Saya ingin ikut, tapi situasi keuangan tidak memungkinkan. Tidak ada opsi selain mundur,” ujarnya.
Berbeda dengan Sri, Agung memilih tetap bertanding. Ditemani ayahnya yang setia mendampingi dari awal hingga akhir lomba, Agung berhasil meraih juara 2 pada hari terakhir, 1 Juni 2025. Ia juga mendapat dukungan moril dari rekan-rekan atlet yang rela hadir langsung ke venue pertandingan.
“Tanpa dukungan teman-teman dan keluarga, mungkin saya tidak sekuat ini,” ucap Agung.
Prestasi ini bukan hanya kemenangan pribadi. Meski tanpa dukungan resmi, Agung tetap mencantumkan nama UIN Madura sebagai institusi asal. Hal ini menegaskan, bahwa kampus seharusnya menjadi tempat yang tak hanya mendidik, tapi juga mendukung penuh pengembangan minat dan bakat mahasiswa.
Kini, banyak pihak mulai mempertanyakan: jika ada mahasiswa rela berkorban demi membawa nama baik kampus, kenapa kampus justru tak hadir memberi dukungan?
Cerita Agung bukan sekadar kisah perjuangan individu. Ini alarm keras bagi kampus agar tidak lagi memunggungi potensi emas di antara mahasiswa sendiri. Jika terus diabaikan, jangan salahkan mereka jika suatu hari memilih tak lagi membawa nama almamater.