Zero.co.id, Sumenep — Penanganan kasus dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap anak yang terjadi di Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, kembali menuai sorotan tajam publik. Meski perkara tersebut telah dinyatakan naik ke tahap penyidikan, hingga kini Polres Sumenep belum juga menetapkan tersangka.
Sikap kepolisian yang terkesan tertutup semakin memperkuat tanda tanya publik. Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Sumenep terkesan bungkam saat dimintai penjelasan lanjutan terkait perkembangan perkara yang menyangkut hak dan keselamatan anak.
Kasus ini dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Sumenep pada 2 Oktober 2025 oleh ayah korban. Berdasarkan keterangan kuasa hukum pelapor, korban telah menjalani visum di RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya luka berat pada bagian bibir dan gusi, serta lebam di area wajah.
Peristiwa penganiayaan tersebut diduga dilakukan oleh dua terlapor berinisial KSM dan BSD di area tambak garam wilayah setempat.
Diberitakan sebelumnya, Plt Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti S saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa perkara tersebut telah masuk tahap penyidikan.
“Kasus tersebut sudah masuk tingkat penyidikan,” ujar AKP Widiarti S melalui pesan WhatsApp.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai waktu dimulainya penyidikan, ia menyebutkan bahwa perkara tersebut resmi naik ke tahap penyidikan pada 24 November 2025.
Namun, persoalan muncul ketika pewarta kembali meminta penjelasan terkait alat bukti apa yang dinilai masih kurang sehingga belum dilakukan penetapan tersangka. Hingga kini, tidak ada jawaban lanjutan dari AKP Widiarti S, meskipun pesan WhatsApp dari redaksi telah dibaca. Bahkan, dua kali upaya panggilan juga tidak mendapatkan respons.
Sikap tersebut dinilai memperkuat kesan bahwa Polres Sumenep enggan membuka informasi secara transparan kepada publik, khususnya dalam kasus sensitif yang melibatkan korban anak.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sumenep AKP Agus Rusdiyanto, saat dikonfirmasi secara terpisah melalui WhatsApp, justru meminta pewarta untuk melakukan konfirmasi langsung ke ruang PPA.
“Silakan konfirmasi di ruangan PPA,” singkatnya.
Pewarta kemudian mempertanyakan mekanisme wawancara tersebut, mengingat awak media tidak diperbolehkan membawa telepon genggam ke dalam ruang PPA, yang berpotensi menyulitkan proses wawancara serta pencatatan pernyataan narasumber. Namun, pesan tersebut kembali hanya dibaca tanpa ada balasan lanjutan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius di tengah masyarakat terkait komitmen Polres Sumenep dalam menegakkan hukum secara transparan dan akuntabel, terutama dalam perkara yang menyangkut perlindungan anak.
Publik menilai, lambannya penetapan tersangka serta minimnya keterbukaan informasi justru berpotensi menggerus kepercayaan terhadap institusi penegak hukum. Terlebih, perkara ini telah dinyatakan berada di tahap penyidikan, yang secara hukum seharusnya telah ditopang oleh minimal dua alat bukti yang sah.
Hingga kini, Polres Sumenep belum memberikan penjelasan resmi lanjutan kepada publik terkait kepastian hukum bagi korban anak dalam kasus tersebut.






