Zero.co.id, Sumenep – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kabupaten Sumenep menggelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Sumenep Baru, Kamis (20/11/2025). Aksi ini menjadi sikap moral mahasiswa menolak rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto.
Aksi diawali dengan doa bersama untuk korban pelanggaran HAM berat pada masa Orde Baru—yang menurut mahasiswa tidak boleh dihapus dari ingatan publik ataupun ditinggalkan dalam penyusunan kebijakan negara.
Dalam orasinya, mahasiswa menegaskan bahwa DPRD sebagai representasi rakyat memiliki kewajiban memastikan setiap kebijakan nasional sejalan dengan nilai keadilan, kemanusiaan, serta amanat reformasi. Mereka menilai wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan distorsi moral negara, sekaligus penyimpangan arah kebijakan yang abai terhadap sejarah kelam Orde Baru.
Koordinator BEM Sumenep (BEMSU) menyampaikan kajian resmi yang mencakup aspek historis, hukum, dan moral. Kajian tersebut menyoroti:
-
praktik KKN sistemik pada masa Orde Baru yang bertentangan dengan TAP MPR XI/1998,
-
daftar panjang pelanggaran HAM berat, mulai Tragedi 1965–66, Tanjung Priok, Talangsari, DOM Aceh–Papua, hingga penculikan aktivis 1997–98 sesuai amanat UU 26/2000,
-
rekam jejak otoritarianisme, pembredelan pers, hingga pembatasan ruang demokrasi.
Menurut mahasiswa, persyaratan untuk menerima gelar Pahlawan Nasional sebagaimana diatur dalam UU 20/2009 jelas tidak terpenuhi—khususnya poin tidak mengkhianati bangsa dan memiliki kelakuan baik.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan lima tuntutan resmi, antara lain:
-
DPRD Sumenep menyatakan penolakan resmi terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
-
Mendorong pemerintah pusat mencabut KEPPRES 116/TK/2025.
-
Mengawal pelaksanaan TAP MPR XI/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.
-
Mendukung percepatan penyelesaian kasus-kasus HAM berat.
-
Membuka ruang dialog tiga pihak: mahasiswa, DPRD, dan masyarakat.
Ketua BEM Universitas Annuqayah (BEM UA), Ubaidillah (Obed), menegaskan bahwa aksi ini merupakan panggilan moral mahasiswa untuk menjaga arah reformasi.
“Kami menolak glorifikasi figur yang menyisakan luka sejarah. Negara wajib adil pada korban,” seru Obed dalam orasinya.
Obed yang juga aktivis PMII Guluk-Guluk menilai bahwa penganugerahan gelar pahlawan kepada figur kontroversial berpotensi mencederai sejarah dan melukai rasa keadilan publik.
Di akhir aksi, salah satu anggota DPRD Sumenep bersama Koordinator BEMSU dan Koordinator Lapangan menandatangani nota kesepakatan resmi menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Penandatanganan ini menjadi bentuk komitmen politik DPRD sekaligus legitimasi terhadap tuntutan mahasiswa.






