Zero.co.id, Sumenep — Polemik pemilihan Duta Kampus UNIBA Madura kian melebar. Setelah Ketua Panitia, Aura Intan Wulan Dari, memberikan klarifikasi panjang terkait polemik denda yang disebut sebagai pungutan liar (pungli), kini giliran suara kritis datang dari salah satu mahasiswa senior, Imam Rosadi sekaligus mantan Ketua HIMASI UNIBA Madura. Ia menilai adanya ketidakjelasan sikap rektor dan tindakan tergesa-gesa Senat kampus yang justru membuat publik bingung.
Dalam pemberitaan Sorotan.co.id, Ketua Panitia Duta Kampus, Aura Intan Wulan Dari, menegaskan bahwa kebijakan denda sudah mendapatkan izin dari rektor. Menurut Aura, izin itu diberikan sebelum kegiatan berjalan, dengan penekanan bahwa fokus bukan pada uang, melainkan pendelegasian tiap angkatan.
Namun pernyataan ini kemudian berlawanan dengan klarifikasi yang disampaikan rektor di media lain.
Dilansir dari KlikTimes.id, Rektor UNIBA Madura, Prof. Rachmad Hidayat, menyatakan bahwa pihak rektorat:
“Tidak pernah menginstruksikan penarikan sanksi atau pungutan dalam bentuk apa pun kepada mahasiswa.”
Pernyataan di dua media berbeda ini memunculkan tanda tanya besar di tengah mahasiswa.
Imam Rosadi secara tegas mengkritik perbedaan pernyataan tersebut.
“Publik dibuat bingung. Di satu media, ketua panitia menyebut ada izin rektor. Di media lain, rektor bilang tidak pernah memerintahkan. Ini bentuk inkonsistensi yang tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.
Imam menduga ketidakjelasan arahan dari pucuk pimpinan kampus justru menjadi pemicu utama kegaduhan yang hari ini mencoreng nama baik UNIBA Madura.
Imam Rosadi juga menyoroti keras langkah Senat kampus yang langsung membekukan SK Panitia Duta Kampus tanpa klarifikasi mendalam.
Dilansir dari KlikTimes.id, Ketua Senat UNIBA Madura, Budi Siswanto, menyatakan bahwa pembekuan SK adalah tindakan preventif untuk menjaga integritas acara.
Namun Imam menilai tindakan itu justru menunjukkan ketidakprofesionalan Senat.
“Senat harusnya profesional dalam mengambil tindakan. Tidak bisa langsung main bekukan SK dan sidang kode etik. Apalagi fakta yang disampaikan ketua panitia sudah jelas di media. Kenapa tidak ditelaah dulu?”
Ia menilai Senat terkesan hanya mengikuti arus tanpa melakukan investigasi yang komprehensif.
Menambah sorotan tajamnya, Imam menegaskan bahwa panitia maupun ketua pelaksana tidak mungkin membuat aturan denda tanpa koordinasi dengan pimpinan.
“Duta tidak mungkin melakukan tindakan tanpa perintah rektor. Tidak mungkin. Semua kegiatan besar selalu melalui persetujuan atasan,” ujarnya.
Imam menilai bahwa akar persoalan bukan pada panitia, melainkan pada ketidaktegasan dan kebingungan arah dari pimpinan kampus.
Dalam kacamata Imam Rosadi, yang selama ini aktif dalam organisasi kampus, polemik ini menunjukkan gagalnya manajemen komunikasi di tubuh UNIBA Madura.
“Muncul dua pernyataan berbeda dari rektor dan panitia. Lalu Senat langsung membekukan SK seolah panitia bersalah penuh. Ini bukan hanya tidak profesional, tapi juga menunjukkan betapa lemahnya koordinasi internal,” jelasnya.
Menurutnya, jika rektor sejak awal tegas dan konsisten, maka polemik ini tidak akan terjadi.
Menutup kritiknya, Imam Rosadi meminta agar rektor dan Senat tidak bersembunyi di balik tindakan administratif semata.
“Kampus harus memberikan kejelasan, bukan menambah kebingungan. Jangan korbankan panitia hanya untuk menutupi kesalahan koordinasi internal,” tegasnya.
Ia mendesak agar UNIBA Madura melakukan klarifikasi final yang menyatukan seluruh informasi dan tidak membuat publik terus menerka-nerka.






