SUMENEP – Aktivis Dear Jatim, Mahbub Junaidi, membeberkan dugaan kejanggalan dalam pengelolaan keuangan RSUD dr. H. Moh. Anwar, Rabu (18/6).
Ia menyebut banyak angka belanja yang tak masuk akal dan bisa mengarah pada praktik korupsi terselubung.
Anggaran Besar, Realisasi Tak Sampai Separuh
Berdasarkan dokumen yang didapat, total belanja BLUD RSUD dr. H. Moh Anwar pada 2022 mencapai Rp5,55 miliar. Angka itu hanya setengah dari pagu anggaran yang disediakan, yakni Rp11,35 miliar.
Tak berhenti di situ, belanja pengadaan barang dan jasa juga mencapai Rp88,14 miliar. Rinciannya: belanja persediaan sebesar Rp32,74 miliar, jasa Rp46,45 miliar, pemeliharaan Rp8,75 miliar, dan perjalanan dinas Rp185 juta.
“Ketimpangan antara realisasi dan anggaran menjadi pertanyaan besar. Ini menyangkut penggunaan dana publik yang harusnya transparan dan akuntabel,” ujar Mahbub Junaidi.
Gedung Dihapus, Alat Kantor Tak Jelas
Laporan keuangan mencatat penghapusan aset berupa gedung senilai Rp335,87 juta. Selain itu, ada pengurangan belanja alat kantor senilai Rp44 juta karena dianggap sebagai utang dari tahun sebelumnya.
Untuk belanja modal dari APBD, RSUD merealisasikan Rp4,05 miliar dari total Rp4,55 miliar atau sekitar 89 persen.
Namun menurut Mahbub, angka-angka tersebut belum mencerminkan peningkatan pelayanan. Saldo BLUD bahkan masih tercatat Rp40 miliar, sementara berbagai keluhan pasien terus berdatangan.
“Kok bisa saldo sebesar itu, tapi masih banyak keluhan pelayanan? Jangan-jangan ini hanya angka di atas kertas tanpa dampak nyata di lapangan,” katanya.
Klaim BPJS dan Dana Covid Masih Menggantung
RSUD juga memiliki piutang klaim BPJS sebesar Rp1,8 miliar dan tambahan piutang Rp477 juta dari layanan pasien Covid-19. Dana BTT Covid-19 sebesar Rp85,5 juta telah dilaporkan habis digunakan untuk membayar pegawai.
Namun, Mahbub menilai laporan penggunaan anggaran itu masih samar.
“Jangan sampai ini hanya akal-akalan laporan, karena publik punya hak tahu bagaimana uang negara dibelanjakan,” tegasnya.
ATK Meledak, Bahan Cetak Membengkak
Dari laporan reklasifikasi anggaran, ditemukan pembengkakan yang janggal. ATK direklasifikasi sebesar Rp111 juta, namun beban melonjak jadi Rp196 juta. Bahan cetak lebih mencengangkan—reklasifikasi Rp153 juta, tapi beban membengkak sampai Rp853 juta.
Begitu juga perabot kantor yang awalnya direklasifikasi Rp35 juta, tapi memunculkan beban tambahan Rp5 juta.
“Angka-angka ini menunjukkan pola belanja yang aneh. Jika tidak diaudit dengan jujur, ini bisa menjadi ladang korupsi yang terselubung,” tambah Mahbub.
Barang Menumpuk, Layanan Tak Terlihat
Menjelang akhir tahun 2022, total persediaan yang belum digunakan masih menyentuh angka Rp4,58 miliar. Padahal, seluruh stok awal senilai Rp5,18 miliar telah habis dipakai.
Mahbub pun mendesak aparat penegak hukum bertindak. Ia meminta Kepolisian dan Kejaksaan membentuk tim khusus untuk menyelidiki seluruh alur keuangan RSUD tersebut.