JAKARTA – Bareskrim Polri akhirnya buka suara terkait polemik ijazah Presiden Joko Widodo yang sempat dilaporkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Selasa (27/5).
Dalam konferensi pers resmi, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Polri menegaskan bahwa ijazah milik Jokowi dinyatakan asli, sah, dan bebas dari unsur pidana.
Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, selaku Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menyampaikan temuan tersebut usai proses penyelidikan panjang yang melibatkan puluhan saksi serta pengujian forensik terhadap dokumen akademik.
“Kami telah memeriksa 39 orang saksi, termasuk pihak UGM, alumni, dosen, pihak SMA, serta satu orang teradu, yaitu Joko Widodo. Dari seluruh hasil pemeriksaan dan uji laboratorium forensik, dapat kami simpulkan bahwa dokumen ijazah Joko Widodo adalah asli dan sah,” ujar Brigjen Pol. Djuhandhani.
Laporan TPUA, Cantumkan Pelanggaran
Laporan yang diajukan TPUA sebelumnya menuding ada pemalsuan dokumen dan mencantumkan dugaan pelanggaran sejumlah pasal di KUHP serta UU Sistem Pendidikan Nasional. Namun Polri menyatakan, tidak satu pun unsur pidana terpenuhi.
Selama proses berjalan, tim penyidik telah menyisir 13 titik lokasi, mulai dari SMA Negeri 6 Surakarta hingga Universitas Gadjah Mada.
Di sana, mereka mengamankan berbagai dokumen penunjang, mulai dari STTB, formulir pendaftaran, KHS, surat praktek, hingga skripsi asli.
“Ijazah asli S1 dengan nomor 1120 telah diuji secara forensik, dan dinyatakan identik dengan dokumen pembanding. Skripsi juga ditemukan dan terbukti dibuat dengan mesin ketik serta teknik cetak sesuai periode 1985,” jelas Brigjen Djuhandhani.
TPUA Tak Memiliki Badan Hukum Resmi
Tak hanya itu, Polri juga menyampaikan bahwa TPUA tidak memiliki badan hukum resmi yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Status itu turut menjadi perhatian dalam menilai validitas laporan.
Meski semua temuan menunjukkan bahwa laporan tidak berdasar, Polri belum mengubah status perkara menjadi penyidikan. Proses masih berada di tahap penyelidikan awal.
“Kami masih fokus pada penuntasan penyelidikan. Mengenai potensi pertanggungjawaban hukum atas laporan yang tidak berdasar, itu bisa saja dilakukan jika memenuhi unsur pidana. Namun untuk saat ini, belum ada proses ke arah sana,” tandasnya.