LABUAN BAJO – Aroma konflik agraria kian memanas di jantung pariwisata premium Nusa Tenggara Timur, Selasa (29/4).
Tanah seluas 3,1 hektare di kawasan Kerangan, Labuan Bajo, yang sejak lama dikuasai tujuh warga lokal, kini diklaim sebagai milik pihak lain dan dikerjakan untuk proyek hotel bintang lima St. Regis, milik pengusaha nasional Santosa Kadiman.
Tanah itu kini dipagari, lengkap dengan baliho besar bertuliskan nama Beatrix Seran Nggebu, istri dari almarhum Niko Naput. Sontak, warga yang merasa memiliki lahan secara sah sejak 1992 pun bereaksi keras.
“Kami melihat di lokasi minggu lalu pada April 2025 ini, tanah kami itu sudah dipagari dan dipasang baliho. Bertuliskan tanah ini milik Beatrix Seran Nggebu sejak 1991 (alm. istri Niko Naput, red),” kata Lambertus Paji didampingi Mustaram yang telah sepuh.
Surat Sah, Tapi Tanah Disikat?
Ketujuh warga Zoelkarnain, Mustaram, Abdul Haji, Usman Umar, Lambertus Paji, dan Muhamad Hatta, memegang bukti alas hak dari Fungsionaris Ulayat: H. Ishaka dan Haku Mustafa. Surat ini mereka terima langsung pada 1992. Pada 2012, BPN (Badan Pertanahan Nasional) bahkan telah memproses sertifikasi tanah ini hingga tahap Sidang Panitia A, langkah administratif tertinggi sebelum terbit sertifikat.
Namun anehnya, tahun 2017 muncul gambar ukur baru atas nama Rosyiana dan Albertus Alviano Ganti, yang disebut sebagai kerabat Beatrix dan Niko. Nama-nama itu tak dikenal warga dan tak pernah bertransaksi dengan pemilik lahan asli.
“7 orang pemilik tanah ini, mereka menyatakan tidak pernah menjual kepada siapapun sejak 2012 hingga saat ini,” tegas Lambertus.
Rencana Besar Bongkar Pagar Proyek Hotel
Warga tak hanya bicara. Mereka menyusun langkah hukum dan aksi langsung. Rencana pembongkaran pagar sudah disiapkan. Aksi damai, kata mereka, adalah bentuk pertahanan terakhir dari tanah warisan leluhur.
“Kami juga bersama keluarga besar akan ke lokasi untuk membongkar pagar yang ada itu. Itu tanah milik kami. Kami sudah tua, dan ingin mempertahankan kebenaran sampai mati di sana demi anak cucu kami,” ucap Lambertus dengan suara bergetar.
Dibantu 11 Pengacara Top, Warga Siap Gugat
Gugatan pidana dan perdata segera diajukan ke Kepolisian dan Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Tim hukum dari Sukawinaya Law Firm, terdiri dari 11 penasihat hukum, telah ditunjuk oleh warga.
“Untuk proses perkara ini, kami didampingi oleh Penasihat Hukum (PH) diketuai oleh Irjen Pol (P) Sukawinaya, M.Si, Dr(c) Indra Triantoro, SH, MH, Jon Kadis, SH, dkk (11 PH) dari Sukawinaya Law Firm,” ungkap Zoelkarnain.
Fakta Mengejutkan: PPJB Dibatalkan, Alas Hak Nihil
Investigasi TimesIN menemukan bahwa pada 2014, Niko Naput melakukan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) tanah 40 hektare kepada Santosa Kadiman. Namun dalam perkara No. 1/2024 di PN Labuan Bajo, hingga ke tingkat banding, pengadilan menyatakan PPJB itu batal demi hukum karena tanah tersebut tidak memiliki alas hak sah.
Informasi lain menyebutkan bahwa lahan yang diklaim Beatrix Seran di tahun 1991 sebenarnya berada di sisi kanan jalan raya Labuan Bajo ke arah Batu Gosok, bukan di lokasi yang kini disengketakan. Bahkan tanah itu sudah dibatalkan oleh fungsionaris ulayat pada 1998 karena tumpang tindih dengan lahan warga lain.
Kini, warga bersiap untuk babak panjang di pengadilan. Sengketa tanah di Labuan Bajo tak lagi sekadar urusan agraria. Ini soal keadilan di tanah pariwisata mahal, dan nasib rakyat kecil yang masih memeluk erat hak leluhurnya.