Sumenep – Penetapan tanggal 19 April sebagai Hari Keris Nasional oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon, memicu gelombang penolakan besar dari berbagai lapisan pelestari budaya perkerisan tanah air.
Bahkan organisasi nasional seperti Senapati Nusantara, komunitas empu, para pengrajin, dan budayawan, hingga generasi muda perkerisan menyuarakan sikap tegas: menolak 19 April sebagai Hari Keris Nasional.
Sebaliknya, mereka tetap bersikukuh pada komitmen pendirian awalnya bahwa Hari Keris Nasional jatuh pada tanggal 25 November.
Zairi (31) sang Empu pengrajin keris muda dari Desa Palongan, Kecamatan Bluto, Sumenep, Madura menyebut bahwa pencanangan tanggal 19 April sebagai Hari Keris itu sangat tidak sejalan dengan warisan sejarahnya.
“Saya hanya seorang pengrajin yang mencintai makna di balik bilah. Bukan bentuknya yang membuat saya bertahan, tapi nilainya. Dan karena itu saya menolak 19 April,” kata Zairi kepada media Times in, Minggu (20/4/2025).
Lanjut Zairi, dalam peristiwa sejarahnya dulu. Organisasi dunia UNESCO mengakui keris Indonesia pada tanggal 25 November 2005.
Dan itu bukan seremoni biasa, itu sejarah. Kalau negara ini memang mau jujur pada sejarahnya, maka 25 November adalah jawabannya
“Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, jelasnya.
Seperti yang diketahui saat ini, Senapati Nusantara telah menyebarkan berbagai poster diberbagai media yang bertuliskan “Tosan Aji Berduka Menolak Kriminalisasi Sejarah Penetapan 19 April Sebagai Hari Keris Nasional”.
“Keris Bukan Milik Organisasi Tapi Warisan Bangsa”.
Tak hanya itu, poster lainnya juga betuliskan
“Kami Bersama Sejarah Bukan Bersama Ego Lembaga”.