PAMEKASAN – Kasus rokok ilegal di Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan, memasuki babak baru setelah penangkapan Mahendra (28), warga Desa Bangkes, yang diduga sebagai produsen rokok tanpa cukai merek Stigma.
Penangkapan dilakukan oleh Polres Pamekasan pada Minggu malam, (27/4), dan sempat menuai apresiasi dari masyarakat.
Namun, tak sampai 24 jam, Mahendra dibebaskan oleh Bea Cukai Madura usai membayar denda Ultimum Remedium (UR) sebesar Rp49.147.000.
Barang Bukti Mencengangkan: Ribuan Batang Rokok dan E-Tiket Kosong
Dalam penggerebekan tersebut, aparat menemukan barang bukti yang mengindikasikan aktivitas produksi skala besar:
998 bungkus rokok ilegal merek Stigma
2.000 batang rokok siap edar
1 kardus rokok batangan
E-tiket Stigma dan e-tiket kosong siap pakai
Karung e-tiket merek lain seperti HYS dan Newhummer
“Pelimpahan dilakukan malam hari, dan diterima oleh petugas Bea Cukai sekitar pukul 23.00 WIB,” terang Iptu Sirat, dikutip dari Cyberjatim.id.
Bebas Setelah Bayar Denda, Warga Pertanyakan Tujuan Penegakan Hukum
Setelah pelimpahan, Bea Cukai Madura menyatakan bahwa Mahendra dilepas karena telah memilih jalur administratif dengan membayar UR.
Meski legal secara prosedur, langkah ini menuai reaksi dari warga yang menilai bahwa praktik seperti ini tidak menimbulkan efek jera.
“Dengan hanya bermodal Rp49 juta, pelaku bisa kembali bebas. Ini jadi preseden buruk,” tulis Cyberjatim dalam laporannya.
Bahkan, Detikzone.id menyoroti bahwa merek rokok ilegal seperti Humer dan Stigma masih beredar bebas di wilayah Kadur tanpa penindakan yang serius.
Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa hanya pelaku tertentu yang ditindak, sementara pemain besar masih aman.
Desa Bangkes Diduga Jadi Basis Produksi, Siapa Pemodal di Baliknya?
Kasus ini juga membuka dugaan bahwa Desa Bangkes telah menjadi sentra produksi rokok ilegal, dengan fasilitas produksi yang rapi dan terencana.
Tidak sedikit warga yang menduga adanya pemodal besar di balik operasi Mahendra, termasuk dugaan kedekatannya dengan pejabat desa setempat.
Meski Bea Cukai berdalih mengikuti prosedur, publik mendesak agar ada evaluasi terhadap penggunaan mekanisme UR yang justru bisa dimanfaatkan pelaku bisnis ilegal untuk “membeli” kebebasan.