PAMEKASAN – Penetapan lima panitia pemilihan kepala desa (P2KD) Pergantian Antar Waktu (PAW) Desa Gugul, Kecamatan Tlanakan, sebagai tersangka menuai protes keras, Kamis (8/5).
Puluhan massa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Pantura (Formatur) bersama masyarakat Desa Gugul turun ke jalan, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.
Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan atas keputusan hukum yang dinilai janggal dan merugikan pihak P2KD. Para demonstran menilai proses penetapan tersangka tidak dilakukan secara adil.
“Penahanan yang dilakukan oleh Kejari Pamekasan kami nilai tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kami melihat bahwa proses hukum yang melibatkan 5 orang P2KD Desa Gugul terkesan digiring untuk dijadikan unsur pidana,” ujar Hendra, koordinator lapangan aksi.
Tak hanya itu, massa juga menuntut agar Kejari meninjau ulang kasus dan mempertimbangkan penangguhan penahanan bagi kelima tersangka.
Menurut mereka, permintaan tersebut sebelumnya sudah diajukan oleh tim kuasa hukum, namun tak mendapat respons positif.
“Karena sejak awal tim kuasa hukum dari 5 tersangka ini telah meminta Kejari agar dilakukan penangguhan. Tetapi itu tidak diindahkan, dengan alasan 5 tersangka ini dikhawatirkan akan menghilangkan jejak dan alat-alat bukti,” lanjut Hendra.
Kejari: Wewenang Penahanan Kini di Pengadilan
Menanggapi aksi unjuk rasa, Plh Kasi Intel Kejari Pamekasan, Irianto, menjelaskan bahwa perkara P2KD Desa Gugul telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, sehingga wewenang penangguhan penahanan sudah bukan di tangan Kejari.
“Kami sudah melimpahkan perkara ini ke PN Pamekasan sejak Senin kemarin, dan proses hukum selanjutnya menjadi tanggung jawab pengadilan,” terang Irianto.
Ia menambahkan bahwa segala permohonan penangguhan penahanan wajib dilakukan secara resmi melalui surat tertulis.
“Kalau hanya berbicara tanpa surat tertulis, itu tidak cukup. Kami membutuhkan dokumen tertulis untuk proses hukum yang jelas,” tambahnya.
Sementara itu, Kasipidum Kejari Pamekasan, Benny Nugroho, menegaskan bahwa proses pelimpahan kasus dilakukan berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum. “Alat bukti yang ada sudah cukup untuk disidangkan,” pungkasnya.
Aksi ini menjadi sorotan karena menyoroti persoalan keadilan hukum di tingkat lokal, terutama dalam konteks pemilihan kepala desa PAW yang kerap kali rawan konflik dan polemik.