Zero.co.id, Sumenep – Dugaan pungutan liar (pungli) yang menyeruak di lingkungan Satlantas Polres Sumenep hingga kini belum mendapat respons resmi dari pimpinan satuan tersebut.
Kasat Lantas Polres Sumenep, AKP Ninit Titis Dwiyati, ketika dikonfirmasi media ini melalui pesan WhatsApp, justru meminta redaksi untuk menghubungi Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarsi S. Namun, saat dikonfirmasi, Kasi Humas meminta agar redaksi datang langsung ke kantor Polres untuk mendapatkan keterangan.
“Kalau konfirmasi silahkan datang ke kantor,” ujar Kasi Humas, singkat.
Menurut Mahbub Junaidi, Ketua Demokrasi dan Aspirasi Rakyat Jawa Timur (Dear Jatim) Korda Sumenep, sikap Kasat Lantas dan Kasi Humas ini terkesan saling lempar tanggung jawab, seolah menutupi perilaku oknum anggota Satlantas yang diduga melakukan pungutan liar.
Sikap saling lempar seperti ini justru menimbulkan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” ungkap Mahbub.
Diberitakan sebelumnya, sejak Satlantas dipimpin AKP Ninit Titis Dwiyati. Ia menyebut hampir seluruh unit kini tak lepas dari praktik “uang pelicin”.
Aroma busuk pungutan liar (pungli) di tubuh Satlantas Polres Sumenep makin menyengat. Satuan yang seharusnya menjadi wajah tertib hukum di jalan raya kini justru dituding menjadi “ladang uang” bagi oknum-oknum haus setoran.
Ketua Demokrasi dan Aspirasi Rakyat Jawa Timur (Dear Jatim), Mahbub Junaidi, menegaskan bahwa praktik pungli di lingkungan Satlantas dan Satpas Polres Sumenep bukan lagi isu gosip — melainkan fakta yang terekam jelas.
“Kami punya bukti rekaman, pengakuan masyarakat, bahkan saya sendiri pernah jadi korban pungli di salah satu unit Satlantas Polres Sumenep. Semuanya sudah terdokumentasi dengan rapi,” tegas Mahbub, Minggu (13/10/2025).
Menurut Mahbub, operasi lalu lintas yang seharusnya menertibkan pengguna jalan malah dijadikan ladang transaksi ilegal. Sejumlah warga melapor, kendaraan yang ditilang bisa “keluar” hanya dengan membayar Rp100 ribu kepada oknum petugas tanpa kwitansi, tanpa prosedur resmi.
Kasus serupa terjadi di pelayanan administrasi kendaraan. Seorang warga dimintai Rp300 ribu saat hendak memperpanjang surat kendaraan. Setelah protes, uang dikembalikan tapi korban diancam agar diam.
“Ada juga yang kendaraannya ditahan di depan Toko Roti Anita Family. Untuk keluar, diminta Rp300 ribu. Kalau mau ambil knalpot brong, harus bayar tambahan Rp500 ribu. Ini bukan penegakan hukum, ini pemalakan berseragam,” sindir Mahbub tajam.
Praktik serupa juga diduga merajalela di Satpas Polres Sumenep, tempat pembuatan SIM. Calo-calo diduga bebas berkeliaran menawarkan jasa “jalan pintas” kepada masyarakat.
“SIM C ditawarkan Rp750 ribu, SIM A Rp900 ribu, langsung jadi tanpa tes, tanpa antre. Ini jelas-jelas melanggar SOP Korlantas Polri,” ungkap salah satu warga.