SUMENEP,Zero.co.id – RSUD dr. H. Moh. Anwar, rumah sakit rujukan utama milik Pemerintah Kabupaten Sumenep, kembali menuai kritik tajam dari keluarga pasien. Kali ini, sorotan diarahkan pada buruknya penataan ruang dan lemahnya profesionalisme tenaga medis di ruang rehabilitasi psikologis.
Keluhan mencuat setelah seorang pasien yang tengah menjalani perawatan psikologis dilaporkan mengalami gangguan serius akibat ditempatkan bersebelahan langsung dengan ruang perawatan pasien BPJS kelas III. Ironisnya, ruangan tersebut dihuni mayoritas oleh pasien anak-anak, yang menyebabkan suasana riuh setiap hari.
“Hampir setiap malam pasien kami tidak bisa beristirahat karena tangisan anak-anak. Ini sangat mengganggu proses pemulihan mental. Pasien rehabilitasi butuh ketenangan, bukan lingkungan bising,” ungkap Robet, salah satu anggota keluarga pasien, Jumat (30/5).
Tak hanya soal penempatan ruang yang tidak ideal, Robet juga mengungkapkan adanya kelalaian perawat yang menyebabkan pasien tidak mendapatkan obat yang seharusnya diberikan secara rutin. “Obat itu sangat penting untuk menjaga kestabilan kondisi mentalnya, tapi sempat tidak diberikan karena alasan sepele. Ini bukan hanya soal prosedur, ini menyangkut nyawa dan martabat manusia,” ujarnya.
Situasi ini terjadi di bawah kepemimpinan dr. Ellya sebagai Pelaksana Harian (Plh) Direktur RSUD. Meskipun statusnya sementara, publik menaruh harapan besar agar dr. Ellya mampu menghadirkan pembenahan dalam sistem pelayanan dan manajemen rumah sakit.
Pengamat layanan publik menilai persoalan ini mencerminkan lemahnya sistem penanganan pasien dengan kebutuhan khusus. “Seharusnya pasien rehabilitasi psikologis ditempatkan di lingkungan yang mendukung proses pemulihan. RSUD Sumenep justru melakukan hal sebaliknya. Ini kelalaian struktural,” ujar seorang pengamat yang enggan disebut namanya.
Mereka juga menyerukan agar pemerintah daerah turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola rumah sakit. “Ini menyangkut hak asasi pasien. Pelayanan medis bukan semata persoalan administrasi dan logistik, tapi juga soal empati, perlindungan, dan pemulihan yang bermartabat,” tambahnya.
Hingga berita ini dirilis, pihak RSUD dr. H. Moh. Anwar belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait keluhan tersebut. Namun, tekanan publik untuk melakukan perbaikan layanan tampaknya akan terus menguat, terutama menyangkut perlakuan terhadap pasien dengan kondisi psikologis sensitif.
Penulis : Imam R