SUMENEP, Zero.co.id – Dua proyek pembangunan vital di Desa Beluk Ares, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Dugaan kuat penyimpangan dari spesifikasi teknis dan pemotongan dana bantuan memicu desakan audit menyeluruh serta penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak terkait.(03/05/2025)
Proyek pembangunan jalan paving senilai Rp100.000.000, yang didanai melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2024, diduga kuat menyimpang dari Rencana Anggaran Biaya (RAB). Penelusuran di lapangan menunjukkan indikasi ketidaksesuaian signifikan antara perencanaan dan realisasi fisik proyek.
Seorang warga Beluk Ares yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keprihatinannya, “Dalam pekerjaan tersebut diduga tidak sesuai dengan volume pekerjaan. Penyimpangan ini harus segera diaudit oleh lembaga terkait agar tidak terus menjadi pembiaran yang merugikan masyarakat.”
Sorotan utama tertuju pada pelaksana kegiatan desa yang dinilai gagal menjalankan proyek sesuai kontrak. Desakan agar Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) segera melakukan audit menyeluruh semakin menguat. Jika ditemukan unsur pidana, masyarakat mendesak agar kasus ini segera dilimpahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Beluk Ares, M. Salehodin, memberikan tanggapan singkat melalui WhatsApp, “Itu sudah diperiksa oleh inspektorat.” Namun, respons Kades justru menimbulkan pertanyaan baru, terutama terkait dugaan ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dan potensi pelaporan ke APH.
Tak hanya proyek jalan paving, dugaan penyelewengan dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2024 di Desa Beluk Ares juga mencuat. Program yang seharusnya mengalokasikan dana Rp20 juta per unit rumah untuk perbaikan rumah layak huni ini, kini justru menuai tuntutan dari warga penerima manfaat.
Warga mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Sumenep untuk segera mengusut tuntas praktik korupsi yang diduga melibatkan Kepala Desa Beluk Ares dan jajarannya. Kesaksian warga yang tak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa realisasi dana yang mereka terima hanya Rp12 juta, menyisakan selisih Rp8 juta yang tidak jelas pertanggungjawabannya. “Kami hanya menerima Rp12 juta, padahal seharusnya Rp20 juta. Sisa uangnya kemana kami tidak tahu dan tidak ada rincian yang jelas,” ungkap salah seorang warga.
Selain pemotongan dana sepihak yang diduga sebagai biaya operasional dan administrasi, warga juga mengeluhkan pengadaan bahan bangunan yang dilakukan melalui rekanan tertentu tanpa transparansi. Kualitas bahan yang disediakan pun disebut-sebut tidak sesuai dengan spesifikasi dalam RAB BSPS.
Ketiadaan laporan pertanggungjawaban keuangan yang terbuka kepada penerima maupun masyarakat umum memperparah situasi ini, menyebabkan banyak warga kurang mampu tidak dapat menyelesaikan pembangunan rumahnya secara layak. “Banyak rumah kami yang belum selesai dibangun karena dana yang diterima tidak cukup. Ini sangat merugikan kami sebagai warga kurang mampu,” keluh warga lainnya.
Masyarakat Desa Beluk Ares kini sangat berharap agar Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Sumenep, yang diketahui tengah melakukan penyelidikan terkait kasus BSPS, dapat segera mengonfirmasi desakan warga. Penelusuran dugaan penyelewengan dana ini harus dilakukan secara komprehensif, transparan, dan berkeadilan.
Penulis : Andika
Editor : Adit